Dalam
sebuah cerita, ada seseorang yang sangat kaya raya, namun ada juga seseorang
yang sangat-sangat miskin. Setiap kali, si miskin hanya menerima hinaan,
cacian, juga perilaku sombong dari si kaya. Sebutlah Kwang, si miskin yang
tidak pernah berhasil dalam karirnya, juga tidak pernah mampu mengendalikan
emosinya. Setiap apapun yang membuatnya marah, ia hanya akan menyerang sia-sia.
Sifat terburuknya adalah selalu menyerah sebelum mencoba, juga tidak memiliki
mimpi dalam hidupnya.
Seo In, seorang pria kaya raya yang tiada lain adalah anak dari
pimpinan tempat Kwang bekerja, seketika menghampiri Kwang yang baru saja tiba.
“Kwang ! Lihat dirimu hari ini, sepertinya tidak lebih baik dari hari
sebelumnya. Penampilanmu juga begitu berantakan, apa kau menggunakan kendaraan
umum untuk bisa sampai kesini? Ah, kau juga gagal kan dalam pertandingan
kemarin? Oh, orang sepertimu kenapa bisa menjadi pemain cadangan dalam klub ku?
Kau bodoh, dan sekarang apa yang harus kulakukan saat melihatmu tak berdaya?”
“Tutup mulutmu ! Ini tidak ada hubungannya denganmu”. Merasa
terhina, Kwang pun tidak berpikir panjang dan lalu melayangkan pukulannya tepat
diatas rahang Seo In.
“Lihat tingkah lakumu ! Kau hanya bisa bermain dengan pukulan
dan pada akhirnya berakhir di dalam sel. Seharusnya kau tahu, bahwa uangku bisa
saja menghancurkanmu”. Ucap Seo In yang tengah meminta pihak kepolisian untuk
memberikan hukuman kepada Kwang.
Ini tidak hanya terjadi sekali, namun sudah sering kali. Bahkan
pihak kepolisian sudah benar-benar dibuat bosan dengan kejadian ini.
Hari ini, Kwang terbebas setelah satu minggu penahanan. Dalam
hatinya, ingin sekali ia membalaskan dendam kepada Seo In.
“Kwang ! Kau sudah bebas? Mengapa tidak memberitahuku sehingga
aku bisa menjemputmu dengan mobil mewahku”.
“Tutup mulutmu ! Untuk kali ini, aku tidak akan memukulmu, tapi
aku akan membuat kesepakatan denganmu. Benar, bahwa aku miskin dan aku tidak
berharga. Bahkan aku tidak punya satu hal pun untuk ku sombongkan padamu. Dan
sekarang, mintalah sesuatu yang bisa kulakukan untuk membuatmu berhenti
menghinaku. Akan kulakukan, apapun itu !”.
Dengan wajah yang tidak pernah sekalipun tersenyum, Seo In lalu
berkata, “buatlah aku tertawa”.
Kwang pun berpikir siang dan malam, “apa yang harus kulakukan?
Ah, bodohnya aku, kenapa aku harus berkata seperti itu padanya. Seharusnya
biarkan saja dia menghinaku. Atau lebih baik jika aku menjauh darinya. Tidak
lagi bekerja dengannya dan tidak lagi satu klub olahraga bersamanya. Ah, bodoh
!”
Hari demi hari berlalu, selama itu, Kwang sudah mencoba berbagai
hal untuk membuat Seo In tertawa. Namun sia-sia. Seo In seperti manusia yang
sudah terkunci urat tertawanya.
Tiba suatu hari dimana semua orang berkumpul, tak terkecuali Seo
In. Kwang pun menghampiri dan lalu berkata, “Mulai saat ini, aku tidak akan
lagi muncul dihadapanmu. Tidak akan lagi menjadi rekan kerjamu, tidak akan juga
menjadi pemain cadangan dalam klubmu. Tapi ada satu hal yang ingin ku ketahui
sebelum aku benar-benar pergi. Apakah ada dalam diriku yang pernah membuatmu
terluka? Apa ada dalam diriku yang pernah membuatmu iri? Dan apakah ada dalam
diriku yang pernah membuatmu merasa terhina? Kalaupun ada, itu aku ! Aku
terluka saat mendengarmu berkata bahwa uangmu bahkan bisa menghancurkanku. Kau
tahu, bagaimana sulitnya aku mencari uang? Dan kau gunakan uangmu hanya untuk
menghancurkanku? Aku iri padamu, jelas iri, saat kau berkata kau akan
menjemputku dengan mobil mewahmu. Kau tahu, biarpun aku menaiki kendaraan umum,
aku masih sangat bahagia. Dan aku terhina oleh semua sikapmu yang membiarkan semua
usahaku nampak sia-sia. Jika aku tidak bisa membuatmu tertawa, bukankah lebih
baik aku pergi ?”.
Sahabatku, kita tidak akan pernah tahu, seperti apa orang yang
kita hadapi. Bahkan seseorang yang terlihat menakutkan, justru memiliki
kebaikan yang lebih dari sekedar orang baik. Jadi, jangan pernah memperlakukan
seseorang sebagaimana kasta yang dia miliki. Karena kita tidak tahu, bahkan
mungkin semut pun bisa sangat mematikan.